Tradisi Mencium Hidung - Budaya Indonesia
Tari Bedhaya Tari Reog Mbaru Niang

Jumat, 27 Oktober 2017

Tradisi Mencium Hidung



Sumber Gambar Sampul :historia.id

Nusa Tenggara Timur adalah beberapa campuran suku-suku salah satunya yaitu Suku Sabu memiiki tradisi yang unik, yaitu mencium hidung satu sama lain ketika bertemu. Kapan pun, dimana pun, dengan siapa pun itu. Dalam bahasa setempat, tradisi ini bernama Henge’do.

Mungkin hal ini terasa aneh, namun begitulah cara masyarakat Sabu menyambut seseorang yang ditemui. Cium hidung memiliki makna yang sangat mendalam, yaitu keakraban dan rasa keterikatan antara satu dengan yang lain sebagai makna persaudaraan. Hidung adalah alat pernapasan, hidung berarti kehidupan. Dengan filosofi tersebut, masyarakat Sabu memaknai sebagai unsur yang bisa menghidupkan rasa kekeluargaan antara satu dengan yang lain, sekalipun baru pertama kali bertemu.

Sepintas, tradisi ini mirip dengan tradisi suku Maori di Selandia Baru dan tradisi masyarakat Oman. Namun yang membedakannya adalah bagaimana cara melakukan cium hidung tersebut. Suku Maori di Selandia Baru akan saling menggesekkan hidung satu sama lain, sedangkan dalam masyarakat Sabu, Henge’do dilakukan dengan saling menempelkan hidung satu dengan yang lain. Demikian pula dengan tradisi ada di Oman yang hanya boleh dilakukan oleh sesama laki – laki, sedangkan pada masyarakat Sabu Henge’do boleh dilakukan antar lawan jenis. Cium hidung bisa dilakukan oleh siapapun tanpa memandang jenis kelamin, status, strata sosial, usia dan sebagainya.

Selain sebagai tanda persaudaraan, cium hidung merupakan sebuah tanda penghormatan dari yang muda kepada yang tua dan tanda kejujuran. Ketika melakukan cium hidung tidak bisa dipungkiri kedua mata akan saling bertemu dan disanalah kita bisa melihat bagaimana pandangan mata yang terbuka menggambarkan kejujuran antara satu dengan yang lain. Dalam konteks yang lebih luas, cium hidung menjadi indikasi dari penyelesaian konflik antar dua orang yang bermasalah. Mencium hidung adalah bentuk lain dari permintaan maaf. “Dengan mencium hidung sebagai cara untuk pengakuan bersalah maka semua masalah akan dianggap selesai,” demikian diungkapkan oleh Peter A. Rohi, seorang sejarawan seperti dikutip dari laman historia.id

Hingga saat ini, tradisi cium hidung terus dilestarikan oleh masyarakat Sabu serta suku – suku lain yang ada di Provinsi Nusa Tenggara Timur seperti Rote, Sumba, Timor dan lainnya. Tradisi ini menjadi salam khas dari masyarakat NTT ketika bertemu dengan sesama orang NTT dimanapun, kapanpun dan pada saat apapun. Ciuman hidung debagai tanda persaudaraan yang mengikat satu sama lain, mengeratkan kehidupan dan rasa kekeluargaan sebagai masyarakat sosial. Dengan hidung manusia bernapas, dengan hidung masyarakat NTT mengungkapkan persaudaraan. Mereka hanya akan menyambut seperti itu jadi tidak heran NTT adalah pulau yang unik untuk di kunjungi dan dilestarikan.

Sumber : goodnewsfromindonesia

Refrensi (1):STIKI Malang
Refrensi (2):SSC STIKI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar