Sumber
Gambar Sampul :historia.id
Nusa Tenggara Timur adalah
beberapa campuran suku-suku salah satunya yaitu Suku Sabu memiiki tradisi yang
unik, yaitu mencium hidung satu sama lain ketika bertemu. Kapan pun, dimana
pun, dengan siapa pun itu. Dalam bahasa setempat, tradisi ini bernama Henge’do.
Mungkin hal ini terasa
aneh, namun begitulah cara masyarakat Sabu menyambut seseorang yang ditemui.
Cium hidung memiliki makna yang sangat mendalam, yaitu keakraban dan rasa
keterikatan antara satu dengan yang lain sebagai makna persaudaraan. Hidung
adalah alat pernapasan, hidung berarti kehidupan. Dengan filosofi tersebut,
masyarakat Sabu memaknai sebagai unsur yang bisa menghidupkan rasa kekeluargaan
antara satu dengan yang lain, sekalipun baru pertama kali bertemu.
Sepintas, tradisi ini mirip
dengan tradisi suku Maori di Selandia Baru dan tradisi masyarakat Oman. Namun
yang membedakannya adalah bagaimana cara melakukan cium hidung tersebut. Suku
Maori di Selandia Baru akan saling menggesekkan hidung satu sama lain,
sedangkan dalam masyarakat Sabu, Henge’do dilakukan
dengan saling menempelkan hidung satu dengan yang lain. Demikian pula dengan
tradisi ada di Oman yang hanya boleh dilakukan oleh sesama laki – laki,
sedangkan pada masyarakat Sabu Henge’do boleh dilakukan antar lawan jenis. Cium
hidung bisa dilakukan oleh siapapun tanpa memandang jenis kelamin, status,
strata sosial, usia dan sebagainya.
Selain sebagai tanda
persaudaraan, cium hidung merupakan sebuah tanda penghormatan dari yang muda
kepada yang tua dan tanda kejujuran. Ketika melakukan cium hidung tidak bisa
dipungkiri kedua mata akan saling bertemu dan disanalah kita bisa melihat
bagaimana pandangan mata yang terbuka menggambarkan kejujuran antara satu
dengan yang lain. Dalam konteks yang lebih luas, cium hidung menjadi indikasi
dari penyelesaian konflik antar dua orang yang bermasalah. Mencium hidung
adalah bentuk lain dari permintaan maaf. “Dengan mencium hidung sebagai cara
untuk pengakuan bersalah maka semua masalah akan dianggap selesai,” demikian
diungkapkan oleh Peter A. Rohi, seorang sejarawan seperti dikutip dari laman historia.id
Hingga saat ini, tradisi
cium hidung terus dilestarikan oleh masyarakat Sabu serta suku – suku lain yang
ada di Provinsi Nusa Tenggara Timur seperti Rote, Sumba, Timor dan lainnya.
Tradisi ini menjadi salam khas dari masyarakat NTT ketika bertemu dengan sesama
orang NTT dimanapun, kapanpun dan pada saat apapun. Ciuman hidung debagai tanda
persaudaraan yang mengikat satu sama lain, mengeratkan kehidupan dan rasa
kekeluargaan sebagai masyarakat sosial. Dengan hidung manusia bernapas, dengan
hidung masyarakat NTT mengungkapkan persaudaraan. Mereka hanya akan menyambut
seperti itu jadi tidak heran NTT adalah pulau yang unik untuk di kunjungi dan
dilestarikan.
Sumber : goodnewsfromindonesia
Refrensi (1):STIKI Malang
Refrensi (2):SSC STIKI
Sumber : goodnewsfromindonesia
Refrensi (1):STIKI Malang
Refrensi (2):SSC STIKI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar